Barton Goldsmith, psikoterapis dan penulis Emotional Fitness for Intimacy, mengatakan masalah keuangan menjadi penyebab nomor satu perceraian. "Jika tidak menguasai bahasa kompromi, hubungan mudah sekali terganggu," katanya.
Untuk bisa merencanakan keuangan dengan baik, Anda tentu perlu lebih dahulu membahas seputar keuangan bersama pasangan, orangtua, atau anak-anak. Apa saja yang perlu dipikirkan?
1. Jurnal pengeluaran.
Anda dan pasangan perlu membicarakan pengeluaran keuangan. Untuk apa uang Anda digunakan, ini isu utamanya.
Menurut Goldsmith, setiap pasangan wajib membicarakan isu ini, sekalipun Anda merasa keuangan baik-baik saja dan terkendali. Tujuan mengontrol keuangan secara rutin di antaranya agar Anda bisa menganalisa apakah perlu membuat perubahan prioritas.
Cara menjalani kontrol keuangan semacam ini adalah dengan membuat jurnal pengeluaran personal dan rumah tangga. Anda dan pasangan perlu membuat jurnal ini masing-masing. Manfaatnya, di penghujung bulan Anda dan pasangan bisa mengevaluasi kondisi keuangan. Jurnal ini membantu Anda untuk tetap berada dalam kondisi keuangan yang stabil. Sekaligus juga bisa melihat, apakah perlu ada pengeluaran yang dikurangi atau menambah tabungan.
2. Pembagian tugas.
Hidup berpasangan membutuhkann kompromi dan kerjasama. Termasuk dalam berbagi peran dalam hal keuangan. Konflik sangat bisa dihindari dengan adanya pembagian tugas yang jelas. Dengan begitu, Anda bisa menghindari situasi tak menyenangkan yang menjadi sumber perselisihan. Seperti, salah satu pihak merasa terbebani karena harus mengurus semua hal sendirian.
Caranya, buatlah daftar kewajiban yang terkait dengan kebutuhan rumah tangga. Mulai membeli gas untuk memasak hingga tagihan listrik. Berbagilah peran siapa membayar apa. Untuk menjalani tugas ini, lakukan rapat bulanan. Ketika berbicara soal uang, Anda tak bisa menyepelekan.
3. Dana pensiun.
Anda dan pasangan boleh jadi sudah terpikir memiliki atau bahkan sudah memiliki dana pensiun dari perusahaan. Namun sudahkah dana pensiun ini terencana dengan baik dan mampu memenuhi kebutuhan Anda berdua nantinya?
Bicarakan seputar dana pensiun ini bersama pasangan. Jika merasa perlu berinvestasi bersama untuk menyiapkan pensiun, cari solusi bersama. Kalau memang perlu bantuan perencanaan keuangan, mulailah mencari jasa perencana keuangan yang Anda sepakati bersama pasangan. Kondisi ekonomi tak menentu mengharuskan Anda dan pasangan bersiap atas segala situasi.
"Berdiskusi dengan perencana keuangan memberikan keuntungan lain, karena bisa memberikan saran yang lebih obyektif,' jelas Goldsmith.
4. Rencana investasi.
Ragam pilihan investasi boleh jadi menggiurkan bagi Anda dan pasangan, terkait dengan perencanaan keuangan yang lebih optimal untuk masa depan.
Waktu yang tepat membicarakan investasi adalah saat akhir tahun, kata Goldsmith. Pada waktu inilah seseorang biasanya mengevaluasi kembali kondisi keuangan mereka. Untuk memilih investasi, pastikan Anda dan pasangan sudah dilengkapi dengan berbagai informasi yang tepat. Dengan informasi yang tepat, Anda bisa menakar risiko investasi dan kemampuan keuangan.
Untuk menyatukan pandangan seputar investasi, Anda dan pasangan perlu memiliki perspektif yang sama. Bahwa apapun rencana keuangan yang akan dibuat atau dijalankan, keberlangsungan hubungan di atas segalanya. Jadi pastikan, Anda dan pasangan sepenuhnya mengedepankan hubungan atas segala perbedaan pendapat atau kekhawatiran berinvestasi.
5. Membeli gadget untuk anak.
Teknologi semakin canggih. Semakin banyak produk ditawarkan dan menggiurkan, bahkan untuk anak-anak. Ponsel, iPad, dan lainnya, seakan menjadi kebutuhan premier dan bukan tersier lagi. Sebagai orangtua Anda perlu membicarakan sifat konsumtif kepada anak-anak. Belanja barang seperti ini tentunya menyangkut keuangan bukan?
Orangtua perlu memberikan pemahaman kepada anak mengenai prioritas kebutuhan. Apa yang penting dan tidak untuk dimiliki mereka. Dengan begitu anak bisa memilah kebutuhannya.
Bersikaplah terbuka, karena anak juga perlu memahami kondisi keuangan orangtuanya. Berikan salinan anggaran rumah tangga kepada anak. Anak belajar tentang manajemen keuangan dari cara ini.
6. Kartu kredit untuk anak.
Anak di bawah 18 tahun, saat duduk di bangku SMP atau SMA, boleh jadi membutuhkan kartu kredit. Namun jika merasa perlu memberikan kartu kredit kepada anak, ajarkan cara penggunaan yang bijak lebih dahulu. Pinjamkan saja kartu kredit Anda, lalu evaluasi seperti apa anak Anda menggunakannya.
Menurut Jennifer Austin Leigh, PsyD, psikolog dan penasehat keluarga di Ney York, orangtua perlu memberikan pembatasan. Awali penggunaan kredit dengan limit kecil. Jika anak mampu mempertanggungjawabkannya, tambahkan lebih tinggi.
"Jika orangtua memberikan limit kredit tinggi sejak awal, Anda tengah mengajarkan kegagalan kepada anak," tegas Leigh. Berikan pemahaman lengkap seputar kartu kredit, dari cara penggunaan, tanggung jawab, dan risikonya.
7. Biaya pendidikan anak.
Anda dan pasangan perlu membicarakan biaya pendidikan sejak anak dilahirkan, kata Kalman A. Chany, pendiri Campus Consultants. Mulailah menabung atau pertimbangkan sejumlah perencanaan keuangan yang terkait dengan biaya pendidikan anak.
Langkah awalnya, lakukan investasi. Pilihlah jenis investasi yang paling nyaman dan sesuai kemampuan Anda. Jika merasa tak yakin dengan keputusan berdua bersama pasangan, carilah perencana keuangan untuk membantu Anda membuat keputusan.
Libatkan juga anak ketika akan membicarakan biaya kuliah. Menjelang kuliah, anak sudah lebih bisa memahami kondisi keuangan orangtuanya. Ajak anak bicara tentang kondisi keuangan keluarga, dan diskusikan pilihan universitas berikut biaya yang dibutuhkan. Pembicaraan yang terbuka seperti ini penting dilakukan orangtua bersama anak, agar tercipta kesepakatan bersama.
8. Membantu keuangan orangtua.
Orangtua Anda boleh jadi sudah menyiapkan dana pensiun, namun apakah sudah mencukupi kebutuhannya di usia senja? Tak sedikit anak, meski sudah berkeluarga, tetap memberikan kontribusi keuangan kepada orangtuanya. Riset dari Pew Research Center di Washington DC menunjukkan 30 persen anak saat dewasa berkontribusi atas keuangan orangtuanya.
Sebagai anak, Anda bisa membicarakan kontribusi keuangan untuk orangtua bersama saudara sekandung lainnya. Umumnya orangtua tak ingin merepotkan anaknya dan enggan membicarakan kesulitan keuangannya. Sebaiknya minta saudara tertua untuk menyampaikan rencana keuangan keluarga untuk membantu orangtua. Jika Anda sudah menikah, kontribusi keuangan untuk orangtua juga perlu disepakati bersama pasangan.
9. Asuransi kesehatan untuk orangtua.
Jangan menunggu hingga orangtua berusia 50-60 tahun, baru Anda mempertimbangkan untuk membuat asuransi kesehatan untuk mereka. Siapkan asuransi kesehatan bagi orangtua secepat mungkin, supaya Anda tidak merasa keberatan bila suatu saat orangtua sakit berat.
Perbanyak informasi yang tepat sebelum memilih produk asuransi kesehatan jangka panjang. Berikan pengertian kepada orangtua mengenai manfaat asuransi ini. Karena belum tentu mereka merasa perlu membeli produk asuransi, atau karena tak ingin merepotkan anaknya. Berikan contoh kasus keluarga atau teman yang kesulitan membayar biaya kesehatan tanpa asuransi. Lalu ajak orangtua Anda bicara mengenai pilihan produk asuransi yang sudah Anda cari tahu sebelumnya.
10. Wali keuangan.
Dalam keadaan darurat, siapa yang bisa Anda percaya untuk mengurus keuangan Anda? Begitupun dengan orangtua Anda. Saat usianya semakin menua, kepada siapa keputusan keuangan akan diserahkannya?
Bicarakan kepada orangtua Anda tentang wali keuangan keluarga ini. Jika merasa lebih adil dengan menyewa pengacara, buatlah kesepakatan keluarga. Atau jika merasa nyaman dengan keluarga, tunjuklah orang yang paling dipercaya untuk mengelola keuangan keluarga.
Pembicaraan ini bukan soal warisan. Namun, lebih kepada persiapan pengelolaan keuangan keluarga yang lebih terkendali. Dengan dibicarakan sejak awal, Anda dan keluarga berjalan di atas kesepakatan bersama seputar keuangan keluarga, dengan lebih nyaman dan terencana.